Hariangaruda.com | Riau – Tiga bos Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Pengembangan Investasi Riau (PIR) secara mendadak dicopot. Pencopotan ketiganya dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan, Selasa (5/12/2023) kemarin.
Pencopotan secara gelondongan (satu set) ini menyusul ditolaknya laporan keuangan perseroan oleh Pemprov Riau selaku pemegang saham. Selain itu, juga sebagai tindak lanjut temuan hasil audit yang dilakukan Inspektorat Riau.
Ketiga bos PT PIR yang diberhentikan tersebut yakni Komisaris Jonli, Direktur Utama Adel Gunawan serta Direktur Operasional Syafruddin.
Pemprov Riau berdasarkan RUPS telah mengangkat Kepala Inspektorat Sigit Juli Hendriawan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Komisaris PT PIR menggantikan Jonli. Sementara, posisi Plt Direktur Utama dipegang sementara oleh Deta yang sebelumnya menjabat Manager PT PIR.
Berikut profil tiga bos PT PIR yang diberhentikan RUPS:
Jonli, Komisaris
Jonli menjabat sebagai Komisaris Utama PT PIR sejak Februari 2021 yang diangkat berdasarkan RUPS Luar Biasa pada tanggal 24 Februari 2021.
Ia merupakan seorang birokrat senior di Pemprov Riau. Pada 2020 lalu, ia dilantik menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau.
Belakangan, Jonli hijrah pada jabatan fungsional di ujung usia pensiun. Gubernur Riau Syamsuar melantik Jonli sebagai Pengawas Ketenagakerjaan Ahli Utama pada Pemerintah Provinsi Riau pada Kamis (20/1/2022) silam.
Sebelumnya, ia pernah menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pendapatan Provinsi Riau (2006), kemudian Kepala Sub Dinas Informasi dan Perluasan Kerja Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau (2008).
ia mendapatkan promosi pejabat eselon dua sebagai Kepala Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Riau pada 2013 lalu. Kemudian dimutasi menjadi Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah (2016) hingga akhirnya menduduki kursi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau pada 2020.
Adel Gunawan, Direktur Utama
Adel menduduki kursi Direktur Utama di PT PIR pada tahun 2021 berdasarkan RUPS Luar Biasa tanggal 24 Februari 2021. Alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang ini sebelumnya merupakan orang dalam PT PIR. Sejak 2017 hingga 2020 ia pernah menjabat sebagai Direktur Operasional PT PIR.
Adel mengawali karir sebagai staf HRD di PT Bimantara Citra (1993-1994). Kemudian menjadi Director Business Development PT Citera Rifa Poetera (1999-2009).
Ia juga sempat berkarir di afiliasi perusahaan penerbangan sebagai General Manager Marketing & Branch Management PT Aerotrans Service Indonesia (Garuda Indonesia Group) pada 2012-2013.
Sebelum bergabung ke PT PIR, ia duduk sebagai Director PT Trans Artha Mulia pada 2014-2017.
Syafruddin, Direktur Operasional
Posisi Syafruddin sebagai Direktur Operasional di PT PIR dikukuhkan berdasarkan RUPS Luar Biasa tanggal 24 Februari 2021. Sarjana hubungan internasional Universitas Islam Bandung ini banyak menghabiskan waktunya di dunia bisnis.
Sebelum bergabung ke PT PIR, Syafruddin merupakan Direktur Utama di PD Pelabuhan Dumai Bersemai pada 2004-2013. Perusahaan ini bergerak di sektor jasa kepelabuhan yang merupakan BUMD milik Pemko Dumai.
Ia pernah menjadi Manager Operasi di PT Antarindo Wahana Cargo (1999-2000), dilanjutkan menjadi Manajer Operasi di PT Titian Bahtera Segara (2000-2001). Sempat pula ia berkarir di perusahaan perkapalan sebagai Manager Cabang di PT Anugrah Citra Mandiri Shipping pada 2001-2002.
Tanggung Utang Riau Airlines
Kondisi PT PIR kini dikabarkan tengah oleng. Finasial perusahaan mengalami gangguan serius usai mengambil alih utang PT Riau Airlines (RAL) sebesar Rp80 miliar di luar bunga kepada Bank Muammalat Indonesia (BMI). Padahal, izin operasiona PT RAL telah dicabut sejak tahun 2012 lalu. RAL berhenti terbang meninggalkan tumpukan utang mencapai ratusan miliar.
Saat ini, bisnis yang dijalankan oleh PIR yang masih menghasilkan cuan yakni pengelolaan tambang batu bara di Indragiri Hulu. Praktis, usaha lain yang dijalankan lewat sejumlah anak perusahaan stagnan dan bahkan telah berhenti karena merugi.
PT PIR diketahui memiliki sejumlah anak perusahaan di antaranya PT Riau Power Dua, PT Riau Multi Trade dan PT Tanara Gagas Kreasi. Ketiga perusahaan itu diketahui justru merugikan PT PIR dan Provinsi Riau.
PT Riau Power Dua terlibat dalam pembangunan PLTU berbasis batu bara yang memakan dana Rp91,6 miliar lebih. PLTU yang berlokasi di Kampung Koto Ringin, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak ini diketahui mangkrak dan belum pernah dioperasikan sejak tahun 2007 yang lalu.
Sejak pendiriannya, Pemprov Riau telah menyuntik total modal ke PIR mencapai Rp124,9 miliar. Namun hingga kini Pemprov Riau hanya mendapat total dividen sebesar Rp15,78 miliar atau hanya 12 persen saja dari modal yang sudah diberikan.
PT Pengembangan Investasi Riau (PIR) didirikan tahun 2002 melalui Perda Nomor 11 Tahun 2002 diubah dengan akta No 55 bulan Mei 2003. Dengan terbitnya Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maka terjadi penyesuaian akta perusahaan pada 14 Agustus 2008 silam. Secara resmi PIR mulai beroperasi pertengahan tahun 2003.